http://tokocitraaroma.wordpress.com/ |
“ Bu kulah”ciri khas tradisi maulid di Aceh.
Bagi
masyarakat Aceh, memperingati hari kelahiran nabi Muhammad SAW ( 12 rabiul
awal) dilakukan dalam bentuk “Kenduri Mulod,” yang diselenggarakan selama tiga bulan
berturut-turut yaitu bulan Rabiul Awal (mulod
awai), Rabiul Akhir (mulod teungoh)
dan pada bulan Jumadil Awal (mulod akhe).
Kenduri mulod merupakan suatu
tradisi perayaan kelahiran sang pang ulee
( Rasulullah SAW). Perayaan maulid ini
juga disebut kenduri massal yang dimeriahkan
dengan makan-makan bersama dan meudikee ( zikir). untuk menyelenggarakan maulid nabi,
terlebih dahulu setiap warga gampong
berkumpul untuk bermusyawarah. Dalam
musyawarah tersebut , mereka menentukan kepanitiaan, group meudikee, jumlah anak yatim, tempat, jumlah
tamu-tamu undangan dari kampung-kampung yang di undang dan sebagainya.
Pada
perayaan kenduri mulod, setiap orang berbondong-bondong membawa “idang meulapeh” (hidangaan makanan yang disusun berlapis) ke meunasah. Hidangan ini terdiri dari aneka makan khas Aceh mulai
dari gulai ayam kampung, gulai kambing, gulai ikan, telur bebek, sayur nangka ,
buah-buah dan tak lupa makan utama bu
kulah.
Bu kulah merupakan nasi
yang di bungkus dari daun pisang yang berbentuk segitiga. Membuatnya tidaklah
mudah kerena memerlukan ketelatenan agar tetap mempertahankan bentuknya yang rapi. Untuk membuat bu kulah terlebih memerlukan daun pisang yang banyak dan potongan
rautan lidi. Pemilihan daun pisang hendaknya daun yang bagus dan muda, lalu
diasapkan pada api, dan dipotong
sesuasai ukuran. Pada tahap selanjutnya yaitu pencetakan nasi menbentuk
segitiga, bisa dengan menggunakan cetakan khusus atau membentuknya langsung dengan tangan. Tidak lupa untuk
menutup bungkusan nasi tersebut, pada ujung daun yang telah dibentuk piramida
di kunci atau di jepit dengan rautan lidi yang telah di poton g kecil-kecil.
“
bu kulah itu merupakan salah satu
tradisi turun-temurun dari masyarakat Aceh disamping memudahkan saat makan, bu kulah juga gampang dibawa pulang
tanpa perlu piring atau mangkok,” ujar Aisyah yang merupakan salah satu warga
Ule Glee kabupaten Pidie Jaya, disela -sela kesibukannya mempersiapkan
penyambutan maulid Rabu 15 Januari lalu.
Setiap
perayaan maulid, rasanya kurang afdal bagi warga Aceh kalau tidak lengkap
dengan bu kulah. Pada beberapa
tempat di kota-kota, tradisi membuat bu
kulah tidak dibudidayakan lagi karena faktor keterbatasan daun pisang dan
gaya hidup yang modern. Untuk sebahagian
warga perkotaan, memperingati maulid nabi masih tetap dilakukan namun
ada beberapa hal yang berbeda dalam penyajian makanan. Mereka
cenderung membuat nasi kotak lengkap dengan lauk didalamnya supaya lebih hemat
dan praktis. Perayaan maulid di kota sangatlah berbeda dengan di
kampung-kampung, mereka menyajikan makanan kotak, doa bersama dan santunan kepada anak yatim. Sehingga
kearifan local seperti meudikee dan idang
meulapehpun sudah mulai pudar
sedikit demi sedikit.
Menurut
Putri yang merupakan warga kota Banda
Aceh mengatakan bahwa sudah jarang sekali saya makan bu kulah, sekarang hampir
setiap acara selalu disajikan nasi
kotak. Jadi kalau memperingati maulidpun juga makan nasi kotak, egak ada hal
tertentu yang membedakan maulid dengan acara lain.
“
Nasi bu kulah rasanya beda sekali
dengan nasi biasa. Selain wangi daun pisang, nasi ini juga tidak gampang basi
karena dibungkus dengan daun pisang. Pada daun pisang itu mengadung zat anti
higenis yang bisa membunuh kuman-kuman, hal itulah yang membuat nasi tahan
lama.” Ujar Fitri Mutia Sari sarjana Farmasi Banda Aceh.
Kemeriahan
memperingati maulid tidak hanya dengan
makan bersama saja, santunan kepada anak yatim dan kaum zuafa kerap dilakukan,
dilanjutkan pada malam hari dengan dakwah akbar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar