Jumat, 07 September 2012

3 days in Aceh



3 days in Aceh

Kakiku masih terasa pegal. Ujung-ujung jarinya terasa panas, karena kelelahan memburu berita harian. Kudapati seniorku kang Deden sedang asyik berbincang-bincang bersama atasan kami. Lalu kucoba mendekati mereka.
“hei aznan...! ada job baru nich buat lhu.”
“apaan kang?”
Tampak kang deden memberi isyarat sembari mengangkat dagunya menunjukan ke arah si bos.
“bos..”menatap ke arah wajah si bos
“aznan, besok lusa lhu terbang ke Aceh bareng intan!”
“apa..Aceh!”
“Why, mau protes?”
“enggak bos.”
“sesegera mungkin persiapkan persiapan dan jangan lupa get good news paham!”
“paham bos.”

Aku hanya menurut saja perintah si bos yang agak sedikit galak sambil menelan ludah. Tak pernah terpikirkan di benakku sebelumnya untuk meliput berita di ujung pulau Sumatera.
Dulu aku sempat ditawarkan oleh salah satu teman kampusku untuk ikut kegiatan baksos di Aceh, kala itu Aceh sedang dilanda musibah besar Tsunami. Tapi aku menolaknya karena rasa takutku yang mendalam akan Tsunami. Dan aku hanya bisa melihat kabar tentang Aceh di tv saja.
           
                                                            ***
Suara riuh terdengar begitu menggema di telingaku.Suara pesawat yang hendak melandas di udara begitu pun yang baru tiba,   juga suara para informen yang sedang berkoar-koar di bandara. Hari ini keberangkatan ku ke Aceh, tampak intan sedang menarik koper besarnya menuju kearahku.
“hahaha..mau piknik ellu tan.”
“ya enggaklah!”
“terus ngapain bawa koper gede banget, kita kan hanya 3 hari di sono?”
“gue mau bawa pulang oleh-oleh banyak dari sono.”
“yayayaya.”
Aku hanya tersenyum mendengar ungkapan intan mengenai koper besarnya itu.
“emang di Aceh ada oleh-oleh apaan sich? Enakan juga dodol garut.”

Setibanya aku dan intan di Aceh tepatnya di bandara Sultan Iskandar Muda . Wajah intan berseri-seri tampaknya dia begitu bahagia. Tak lama kemudian muncul seorang pemuda yang mengenakan koko dan jeans mendekati kami.
“assalamualaikum..!”
“waalaikumsalam”
“fauzan, apa kabar?”

Aku hanya mengamati perbincangan intan dan pemuda Aceh tersebut, kelihatannya mereka begitu akrab. Ahh..apa peduliku.
“aznan, gue ke toilet sebentar ya!”
“iya..jangan sampek malem ya?”
“gile lhu, ya..enggaklah cuman sebentar doank”

Kuamati jam tangan kesanyanganku menunjukan jam 04:00 Wib. Tampak pemuda Aceh tersebut tersenyum kepadaku.
“hai...udah lama kenal sama intan?”
“udah, kita teman satu kuliah dulu di Bandung.”
“um...oh iya, kenalin aku Aznan”
“Fauzan”

                                                                        ***
            Di pagi yang cerah, secerah sinar sang mentari. Kini aku mulai menghirup udara bumi Aceh . Pagi ini aku harus segera memburu berita dan mobil yang membawa aku dan intan terus melaju. Sepajang jalan kuamati keadaan sekitar! Dari kejauhan tampak orang beramai-ramai berkumpul didepan salah satu kantor yang ada di Aceh.
“pak-pak stop!”
“iya dik, ada apa?”
“itu ada apaan ya pak?”
“itu lagi ada acara pelantikan wali kota baru.”
“wah, Good News ini!”
“jadi gimana dik?”
“kita mampir kesana pak.”

Setelah mobil yang kami tumpangi berhenti, segera aku memberi tahu sang driver agar menunggu kami selesai meliput berita. Langkah kakiku terus melangkah sembari memboyong kamera besar mendekati keramaian begitu pun intan yang memboyong mike. Dari kejauhan kudapati fauzan juga hadir di acara tersebut.

Aku segera merekam moment penting ini. Tiba-tiba segerombolan remaja yang memakai pakaian khas Aceh tampil di hadapan calon wali kota. Mereka kelihatan begitu ayu dan gerakan kaki dan tangan yang begi lembut sangat elok di pandang.
“tan, tanyakan ke fauzan apa nama tarian ini?”
“oke sipp!”
“zan, itu namanya tarian apaan?”
Ranub Lampuan
“setiap moment seperti ini selalu ada ya?
“iya, tarian ini sebagai bentuk peumulia jamee.”
“apa, Pemulia jame?”
“iya, maksuknya itu menjamu tamu”
“o...”

Acara yang sangat sakrar dan khitmat pun berlangsung. Terdengar suara lantunan ayat suci Al-qur’an begitu syahdu di telinga. Kuamati pemuda yang lagi melantunkan ayat suci tersebut dalam-dalam, ternyata dia adalah  fauzan.
Subhanallah....!

            Entahlah , awalnya aku sedikit kurang suka akan sosok fauzan. Tapi di saat aku mendengar bunyi lantunan ayat suci dari mulutnya begitu merdu, kini  membuatku menilai sosok fauzan itu lebih baik lagi.
                                                                        ***

            Hari ini adalah hari ke-2 aku berada di Aceh, tidak ku dapati intan di kamar hotel tepat kami menginab. Mungkin dia sedang asyik jalan-jalan sama fauzan. Ku coba melangkah keluar kamar hotel untuk mencari udara segar. Lalu perutku mulai berkoar-koar keroncongan.
“coba cari makan di luar ahh..”gumamku dalam hati.
Tak jauh dari hotel , tampak warung nasi . tak segan-segan kucoba untuk makan disitu.
            pue pajoh?”
Aku tak paham apa yang di katakan oleh pelayan warung tersebut.
            “saya mau makan nasi.”
            “mau lauk apa?”
Tampaknya pelayan tersebut paham kalau aku bukan warga sini.
            “yang paling enak di sini.”
            “tunggu sebentar ya?”
            3 menit aku menunggu, kini di hadapanku telah tersaji masakan khas warung Aceh. Aku segera melahapnya, rasa masakan ini begitu enak terutama kuah berwarna hijau aneka sayu-mayur  yang ada di mangkok kecil yang ada di hadapanku.
            “waw.. maknyusnya!”
Ku angkat tangan kananku memberi isyarat memanggil sang pelayan warung.
            “maaf dik, ini namanya masakan apa ya?”
            “ itu namanya kuah pliekk uu”
            “iya,, terima kasih”
Palayan tersebut hanya tersenyum kepadaku lalu kucoba membalas senyumannya.
                                               
                                                            ***

            Sang surya mulai redup kini tiba giliran sang bulan untuk terbit. Fauzan bermaksud menjak aku dan intan untuk sholat magrib di mesjid Raya Baiturrahman. Katanya Baiturrahman merupakan mesjid yang sangat terkenal di Aceh. Dan bahkan turis-turis local mau pun inter local saat berkunjung ke Aceh tak penah lupa mampir ke mesjid agung tersebut.

            Saat tiba disana, aku mengamati corak-corak ukiran dinding mesjid dan kubah-kubah pun masih tetap berdiri kokoh seperti yang sering kulihat di tv. Dan kata fauzan, saat Tsunami 7 tahun silam mesjid ini tidah goyah sama sekali. Usai melaksanakan ibadah sholat magrib, ku coba menghidupkan kamera dan merekam nuansa malam di sekitar mesjid Raya Baiturrahman. Hatiku begitu nyaman berada disini.
            “intan,aznan..sebelum balik ke hotel mampir dulu ke rumah fauzan ya!”
Aku dan intan saling bertatapan sila bermaksud mendiskusikan permintaan fauzan.
            “lain kali aja zan” Kami bermaksud menolaknya.
            “ besok kan kalian udah balik ke Jakarta! Kapan lagi coba ke Aceh. Lagi ummi udah masak masakan khas Aceh lho...” kata  fauzan penuh pengharapan.
            “wah...musti coba itu.” kata intan begitu bersemagat
            Aku jadi teringat kuah pliek u di warung tadi siang. Apa yang di maksud fauzan masakan itu ya? Akhirnya kami menuruti permintaan fauzan.

            Aku, intan dan fauzan sudah siap duduk rapi untuk menyantap hidangan khas Aceh ala umminya fauzan. Ternyata kuah yang ku nanti-nantikan ada didepan mata. Malam ini aku dan intan makan begitu lahap. Dan ternyata kuah bikinan umminya fauzan tak kalah menggoyangkan lidahku dari masakan di warung nasi tadi siang.

            Kini tiba saatnya kami untuk berpamitan pulang. Di balik pintu muncul sosok gadis cantik, anggun seperti bidadari. Ia tersenyum lembut kehadapanku , hatiku dag dig dug dibuatnya, mungkinkah dia bidadari yang jatuh dari surga?
            “fatimah...sini.” panggil fauzan
            “ aznan, intan kenalkan ini adikku satu-satunya!”
            “intan..”
            “aznan..” sembari mengulurkan tangan, eh sia-sia dia malah mendekapkan kedua tangannya kedada.

                                                            ***

            Keesokan harinya aku dan intan segera menuju bandara untuk kembali ke Jakarta. Tak pernah ku sadari perjalananku ke Aceh begitu menyenangkan  dan begitu cepat berlalu.
            “tan, kelihatannya lo akrab banget sama fauzan.”
            “ enggak juga, kita tuch cuman sebatas temen doank.”
            “temen apa demen..?”
            “apaan sich lo, resek banget dee..”
            “o..iya tan! Btw adiknya fauzan cantik juga ya..”
            “kenape lo... naksir! Entar biar tak jomblangin mau? Siapa tahu dia belum punya  pacar.”
            “beneran tan! Thanks ya...lo emang temen gue yang paling baik. Epz, jangan lupa    minta juga sekalian no hp, fb atau twitter sekalian oke.”
            “ heboh bangett... santai bro, semua butuh proses asal ade warna birro.”
            “busett jaus banget otak lo.”
            “haha.. becanda doank. Ayo buruan ntar kita terlambat lagi.”
            Saat aku dan intan berada di bandara, kudapati fauzan datang mengantar kepulangan kami ke Jakarta. Tapi dia hanya seorang diri, dalam hatiku berharap fauzan datang bersama fatimah.
            “ selamat jalan ya! Alin kali main-main lagi ke Aceh.”
            “ia, terima kasih ya buat semuanya zan.” Kata intan dengan suara lembut  tidak seperti biasanya, mungkin dia sedih kali ya jauh dari fauzan.
Ku coba mendekatkan wajahku ke telinga fauzan sila membisikan “ titip salam ya buat fatimah sama ummi.”
Fauzan hanya tersenyum ke hadapanku sembari menganguk paham akan maksud bisikanku.

 Dan pesawat pun melandas di udara, setiba di Jakarta nanti aku segera menayangkan liputan kami di tv. Pastinya aku akan sangat merindukan Aceh, terutama masakan kuah pliek u yang telah menggoyangkan lidahku. Begitu pun sosok fatimah, aku sangat ingin mengenalnya lebih dekat lagi. Semoga saja intan berhasil menjomblangkan aku sama dia. Kelak, kalau ada tugas ngeliput berita ke Aceh, boro-boro tak akan ku tolak. Good bye Aceh! See u letter..

           

by: farisa